Sabtu, 21 Januari 2012

Keperawatan Gawat Darurat

PERTOLONGAN PERTAMA PADA GIGITAN ULAR

Senin, Januari 18, 2010

A. Ular berbisa di Indonesia
Ular berbisa hanya sedikit yang ditemukan di Indonesia, diantaranya: ular sendok (kobra), ular anang (tedung atau king kobra), ular welang, ular weling, ular hijau pucuk/ular gadung (luwuk), ular taliwangsa (belang hitam-kuning) dan ular tanah (coklat tua dengan taring panjang).

B. Sifat Ular
Sifat ular yang harus dipahami adalah; ular takut pada manusia, menggigit untuk memperingatkan/mengusir manusia (pada kebanyakan kasus) serta 70% gigitan ular bukan dari ular berbisa, umumnya hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Gigitan ular tidak semuanya berakhir dengan kematian. Kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Gejala biasanya timbul 15 menit sampai 2 jam kemudian setelah korban digigit ular.

C. Ciri-ciri ular berbisa
Ciri secara umum (tidak mutlak) yg biasanya ada pada ular berbisa, yaitu: bentuk kepala pipih dan berpola huruf ‘V’, ukuran relatif kecil atau pendek, kecuali King Cobra yang bisa mencapai 5 meter dan warna biasanya cerah (tetapi hal ini tidak mutlak).

D. Mencegah tidak digigit ular
Mencegah agar tidak digigit ular adalah; jangan membuat koleksi dari ular, tinggalkan/jangan ganggu ular. beberapa orang digigt karena berusaha membunuh atau mencoba mendekat. Di daerah yang banyak ular, pakai sepatu, kaos kaki dan jeans apabila keluar rumah , jangan masukkan tangan dicelah-celah timbunan kayu atau sampah, Bila berjalan di semak belukar usahakan membuat suara berisik agar ular tahu keberadaan kita dan menyingkir, hati-hati bila berjalan di rumput yang tebal dan potong pendek rumput di sekitar rumah, tempat kerja dan sekolah dan pergunakan senter bila berjalan di malam hari.

E. gambaran gigian ular berbisa
Gambaran gigian ular berbisa akan timbul rasa nyeri daerah tusukan (muncul segera seelah gigitan), daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar (dapat cepat berkembang), reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar/kabur, mengantuk, sakit kepala, pusing dan pingsan, mual dan atau muntah dan diare, rasa sakit atau berat didada dan perut, tanda-tanda tusukan gigi, gigitan biasanya pada tungkai/kaki, sukar bernafas dan berkeringat banyak, kesulitan menelan serta kaku di daerah leher dan geraham.

F. Pertolongan pertama
pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. selanjutnya lakukan prinsip :
R = Reassure = yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat
menyebar ke tubuh. terkadang pasien pingsan / panik karena kaget.
I = Immobilisation = jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak
berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang:
lakukan tehnik balut tekan ( pressure-immoblisation ) pada daerah sekitar gigitan
(tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan)
G = Get = bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T =Tell the Doctor = informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada
korban.

G. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan)
1. Balut tekan pada tangan
a. Istirahatkan (Immobilisasikan) Korban
b. Keringkan sekitar luka gigitan
c. Gunakan pembalut elastis
d. Jaga luka lebih rendah dari jantung
e. Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik keatas.
f. Biarkan jari kaki jangan dibalut
g. Jangan melepas celana atau baju korban
h. Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat
aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kakiyang tetap pink)
i. Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.

2. Balut tekan pada tangan
a. Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut)
b. Balut siku & lengan dngn posisi ditekuk 90 drjt.
c. Lanjutkan balutan ke lengan s/d pangkal lengan.
d. Pasang papan sebagai fiksasi
e. Gunakan mitela untuk menggendong tangan

H. Kesalahan Penanganan
Kesalahan penanganan yg sering dilakukan, mengikat (Tourniquets) sekitar luka /gigitan membuat sayatan memotong, membuat perdarahan atau menggerakan daerah gigitan, mencuci luka gigitan dan menyedot racun dari luka gigit
I. Pertolongan di RS
1. Pasang I.V.,
2. resusitasi cairan jika diperlukan
3. Pelacakan alergi,
4. Jenis gigitan untuk menentukan antibisa
5. Resusitasi kardiopulmoner jika diperlukan,
6. Adrenalin
7. Cek laboratorium darah, jika dlm waktu 4 jam darah korban tidak terdapat tanda
koagulopati, miolisis dan pasien tidak menunjukan tanda gigitan berbisa maka pasien
tidak terkena gigitan berbisa.

J. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa
1. Infus RL,
2. resusitasi cairan jika diperlukan
3. Cek laboratorium
4. Urinalisa
5. Darah lengkap
6. Golongan darah
7. Ptt,aptt, fibrinogen
8. BUN, creatinin, Va, phospat, dll
9. EKG
10. Monitor ketat pasien ( tiap 15mnt – 2 jam setelah gigitan )
11. Intubasi jika gagal nafas, cek sumbatan jalam nafas
12. RKP jika cardipulmonary arrest
13. pemberian antibisa
14. Larutkan antibisa dalam RL 60 cc,
15. berikan selama 30 mnt
16. Cek efek antibisa 15 menit setelah antibisa habis
17. Kemudian buka balutan dng hati-hati dlm waktu 5 mnt,
18. Jika setelah dibuka keadaan umum pasien tambah buruk
19. lakukan pembidaian kembali
20. Beri ATSAntibiotik profilaksis
21. Kontraindikasi diberikan Morfin

SELAMAT MENCOBA...

TRAUMA ABDOMEN

Rabu, Januari 13, 2010

TRAUMA ABDOMEN

A. kasus
Pria (25) ditendang di daerah perut saat berkelahi. Shg mengalami hematoma dan abrasi, ttp petugas medis tdk melihatnya sbg cedera yg serius, diberi aspirin dan dipulangkan. 3 hari kmdn masuk RS dgn peritonitis berat. Sejumlah besar pus dan isi usus dikeluarkan ttp tak lama kemudian meninggal
B. Pendahuluan
Trimodal Death Distribution
KLL >> multiple trauma
85 % Multiple trauma >> Trauma abdomen
Angka Kematian trauma abdomen ??
C. Anatomi
• Batas rongga Abdomen :
a. Atas : Diafragma
b. Bawah : Pelvis
c. Depan : Dinding depan abdomen
d. Lateral : Dinding lateral abdomen
e. Belakang : Dinding belakang abdomen serta tulang belakang
D. Anatomi abdomen
E. Organ Abdomen
a. Solid
b. Berongga
F. Topografi Abdomen
a. Intra peritoneal
b. Retro peritoneal
c. Pelvical
G. Trauma Abdomen
• Trauma Tumpul
a. Benturan langsung, Setir mobil, stang
b. Ruptur organ >> Uterus bumil
c. Shearing Injuries >> penggunaan sabuk pengaman yg salah
d. Deceleration
• Trauma Tembus
a. Luka tusuk
b. Luka tembak kecepatan rendah >> kerusakan jaringan, lacerasi, putus
c. Luka tembak kecepatan tinggi >> hancur organ dalam
• Trauma penetrasi
a. Trauma penetrasi
H. mekanisme
Mechanism of injury?
Mekanisme Trauma ?
I. Pengkajian
• Riwayat trauma ? Biomekanika trauma?
• Pemeriksaan fisik abdomen :
a. Inspeksi
b. Auskultasi
c. Perkusi
d. Palpasi
J. Pemeriksaan
a. Stabilitas pelvis
b. Penis, perianal, rectal, vagina ?
c. Gluteal
K. Pemasangan kateter
a. Gastric tube :
• Mengurangi dilatasi akut lambung
• Dekompresi sebelum dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
• Mengeluarkan isi lambung >> resiko aspirasi >>>> bila ada darah ??
b. Kateter urine :
• Mengurangi retensi urine
• Dekompresi VU sebelum dilakukan DPL >>>>darah pada meatus ??
L. Pengambilan sampel
a. Darah
b. Urine
M. Pemeriksaan radiologis
a. Foto polos abdomen
b. Dengan kontras :
• uretrografi
• Cystografi
• IVP
N. Emergency Management
a. ABC
b. Cegah shock & infeksi
c. Jangan berikan apapun melalui mulut
d. Jangan sentuh bagian eviscerasi, lakukan penutupan luka seperti pada gambar
e. Jangan ambil impaled objects, lakukan fiksasi pada benda tersebut.
f. Monitoring ketat :
• Tingkat kesadaran
• Tanda vital >> hipotensi
• Adanya peritonitis
• Serial Hb
g. Segera rujuk / transportasi untuk Tindakan definitif.
O. Prosedur khusus
a. Diagnostic Peritoneal Lavage > memasukkan kateter pd peritoneal :
• multiple trauma
• hemodinamik tak stabil
• DPL Positif bila :
• Bila ada darah, isi usus, serat sayuran, cairan empedu
• Analisis kuantitatif cairan pencuci positif bila:
 RBC >100.000/mm3
 WBC > 500/mm3
 Hematocrit >2 ml/dl
b. laparatomi !!
a. Indikasi laparatomi
b. Trauma tumpul abdomen DPL positif
c. Trauma tumpul abdomen dg hipotensi berulang
d. Peritonitis akut
e. Hipotensi dengan luka tembus abdomen
f. Perdarahan gaster, rectal, daerah genitourinari akibat trauma tembus
g. Indikasi…...
h. Luka tembak melintas peritoneum/retroperitoneum viseral/vaskular
i. Eviscerasi
j. Rontgen :
 ada udara bebas rongga peritoneum, ruptur diafragma
 CT : ruptur GI tract, cedera kandung kemih, renal dan organ vital lain.
P. Ringkasan
a. Trauma abdomen bisa disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma tajam
b. Fokus tindakan emergency :
• ABC
• Cegah shock
• Cegah infeksi
• Monitoring.

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (KEGAWAT DARURATAN & KEKRITISAN) : FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN

Selasa, Januari 12, 2010

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (KEGAWAT DARURATAN & KEKRITISAN) : FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN

A. DEFINISI KGD :
Pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.
B. MATA AJAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
AREA : Pra Rumah sakit dan Rumah sakit
KEMAMPUAN :Pengetahuan, Sikap & ketrampilan u/ memberikan ASKEP kegawatan & Kekritisan khususnya hal-hal yg terkait LIVE SAVING.
C. LINGKUP BAHASAN :
a. Konsep dasar KGD
b. Sisitem pelayanan KGD pra RS, Uit Gawat Darurat & prw Intensif.
c. Perawatan klien semua tk usia dng kegawatan sist : pernafasan, kardiovaskuler, persyarafan, pencernaan & endokrin, perkemihan, muskuloskeletal, reproduksi, jiwa & psikiatri
D. EMERGENCYNURSING ( KEPERAWATAN KRISIS )
a. DEFINISI EN : Sebuah area khusus / spesial dr keperawatan profesional yg melibatkan integrasi dari Praktek, Penelitian, Pendidikan profesional.
b. Praktek keperawatan emergency oleh seorang perawat profesional
c. FOCUS : Memberikan pelayanan secara episodik kpd pasien-pasien yg mencari terapi baik yg mengancam kehidupan , non krotical illness atau cedera.
d. INTI : Ditujukan pd esensi dr praktek emergency, lingkungan dimana hal tsb terjadi dan konsumen-konsumen keperawatan emergency.
e. EMERGENCY NURSES : RN profesional yg memiliki komitmen u/ menyelamatkan dan melaksanakan praktek keperawatan scr efektif.



E. EMERGENCY CARE
Pengkajian, diagnosis & terapi kep. yg dpt diterima baik aktual, potensial, tjd tiba-tiba atau urgen, masalah fisik atau psikososial dalam episodik primer atau akut yg mungkin memerlukan perawatan minimal atau tindakan support hidup, pendidikan u/ pasien atau orang terpenting lainnya, rujukan yg tepat dan pengetahuan ttg implikasi legal.
F. EMERGENCY CARE ENVIRONTMENT
Setting dimana pasien memerlukan intervensi oleh pemberi pelayanan kep emergency.
G. EMERGENCY PATIENT
1. Pasien dr segala umur dng diagnosa, tidak terdiagnosa atau maldiagnosis problem dng kompleksitas yg bervariasi.
2. Pasien-pasien yg memerlukan intervensi nyata dimana dpt terjadi perubahan status fisiologis atau psikologis scr cepat yg mungkin mengancam kehidupannya.
H. DIMENSI
Multidimensi meliputi : RESPONSIBILITIES, FUNCTION, ROLES, SKLILLS ( dng pengetahuan khusus )
1. KARAKTERISTIK UNIK PRAKTEK KEP. GADAR
a. Pengkajian, diagnosa, terai baik yg urgen / non urgen individual dari berbagai umur pasien walaupun dng data / informasi yg sangat terbatas
b. Triage & Prioritas
c. Persiapan bencana alam
d. Stabilisasi & resusitasi
e. Krisis intervensi u/ populasi ps yg UNIk spt korban kekerasan sexual
f. Pemberian perawatan pd lingkungan yg tidak terkontrol atau yg tidak dpt diprrediksikan
2. KERANGKA KERJA PROSES KEP. EN
a. TUJUAN
• Menyelamatkan hidup
b. PENGKAJIAN
 Pada sistem yg terganggu
 U/ memperbaiki kegagalan atau mempertahankan sistem
c. DIAGNOSIS
 Mencari perbedaan u/ menemukan tanda-tanda & gejala
d. PERENCANAAN
 Berdasarkan protokol dan prosedur
e. INTERVENSI
 Terapi ditujukan pd penanganan gejala krisis & stabilisasi ps.
 Diteruskan s/d pasien stabil u/ dpt pindah atau ditransportasikan ke unit lain atau meninggal
f. EVALUASI
 Dilakukan scr cepat u/ menilai keefektifan

KEGAWATAN OBSTETRIK

KEGAWATAN OBSTETRIK
I. Emergency Obstetric Care
A. Pendahuluan
Maternal mortality claims 514,000 women’s lives each year. Nearly all these lives could be saved if affordable, good-quality obstetric care were available 24 hours a day, 7 days a week.
B. Pengertian
Kasus obstetri yg apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinya . Kasus ini sbg penyebab kematian ibu, janin dan bayi baru lahir. Obstetrical emergencies are life-threatening medical conditions that occur in pregnancy or during or after labor and delivery.
C. Penyebab utama kematian :
Most of the deaths are caused by haemorrhage, obstructed labour, infection (sepsis), unsafe abortion and eclampsia (pregnancy-induced hypertension). Indirect causes likemalaria, HIV and anaemia

D. KASUS PERDARAHAN
1. Abortus
2. Kehamilan ektopik terganggu
3. Mola hidratidosa
4. Placenta previa
5. Abruptio placenta
6. Inversi atau Ruptur uteri
7. Atonia uteri
8. Ruptur perineum & robekan dinding vagina
9. AMNIOTIC FLUID EMBOLISM
10. Retensio plasenta
11. rolapse of the umbilical cord
12. Shoulder dystocia
E. INFEKSI & SEPSIS
1. Infeksi dlm kehamilan:
a. Virus varicella,
b. influenza,
c. toksoplasmosisherpes genitalia
2. Infeksi dlm persalinan:
a. korioamnionitis
3. Infeksi nifas :
a. metritis,
b. tromboplebitis
F. MANIFESTASI KLINIS
Untuk masing-masing ksus berbeda dng rentang waktu yg luas, perdarahan dpt bermanifestasi dari perdarahan berwujud bercak merembes profus s/d shockInfeksi & sepsis, bermanifestasi mulai dr pengeluaran cairan pervaginam yg berbau, air ketuban hijau, demam s.d shock. Pre eklamsi & eklamsi, mulai dr keluhan sakit kepala / pusing, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, tidak sadar s/d koma
G. Diagnosis
In a hospital or other urgent care facility. patient's medical history and perform a pelvic and general physical examination.The mother's vital signs, if preeclampsia is suspected, blood pressure may be monitored over a period of time. The fetal heartbeat is assessed with a doppler stethoscope, and diagnostic blood and urine tests: protein and/or bacterial infection.
An abdominal ultrasound: malpositioned placenta, such as placenta previa or placenta abruption.

II. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
A. DEFINISI
KET adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi , implantasi terjadidiluar endometrium kavum uteri.KET dpt mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi dan peristiwa ini disebut sbg KET
B. TANDA & GEJALA
1. Gejala kehamilan muda & abortus imminens
2. Pucat / anemia
3. Keadaan umum lemah, terjadi penurunan lesadaran
4. Shock
5. Nyeri tekan
6. Nyeri perut bagian bawah yang makin hebat apabila tubuh digerakan
C. PENANGANAN KET
1. Pemeriksaan fisik, tes kehamilan, anamnesa untuk menegakan diagnosa KET
2. Setelah terdiagnosa KET, segera lakukan persiapan operasi gawat darurat
3. Sediakan darah
4. Upayakan stabilisasi pasien dengan terapi cairan
5. Kendalikan nyeri pasca tindakan konseling pasca tindakan .

III. RUPTUR UTERI , Ruptur uteri merupakan komplikasi yg sangat fatal
A. DEFINISI
Robekan dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium yang disebabkan oleh disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik
B. TANDA & GEJALA KLINIS
1. Didahului oleh lingkaran konstriksi ( Bandl’s ring) hingga umbilikus atau diatasnya
2. Nyeri hebat pada perut bagian bawah
3. Hilangnya kontraksi & bentuk normal uterus gravidus
4. Perdarahan pervaginam dan shock
C. PENANGANAN RUPTUR UTERI
Penanganan dan pengenalan segera dan tepat pada kasus ini dapt menyelamatkan pasien dari kematian
1. Tindakan paling tepat : operasi laparatomi u/ menlahirkan anak & placenta
2. Resusitasi cairan untuk mengganti kehilangan darah
3. Pantau tanda vital & shock hipovolemik scr ketat
4. Bila konsenvasi uterus masih diperlukan & kondisi jaringan memungkinkan, dilakukan tindakan operasi uterus
5. Bila luka mengalami nekrosis luas & kondisi pasien menghawatirkan dilakukan histerektomi
6. Pemantauan ketat KU, TV, perdarahan, kesadaran, shock, lab dll , pasca operasi




IV. ABRUPTIO PLACENTA
A. DEFINISI
Suatu keadaan dimana plasenta terlepas dari dinding dalam uterus sebelum bayi lahirMerujuk pada terlepasnya plasenta yg terletak pada posisi normalnyan setelah minggu ke 20 kehamilan dan utamanya pada saat kelahiran.
B. Statistik
Prev di dunia sekitar 1% dari seluruh kehamilan di dunia.
C. Mortalitas/mordibitas:
Kematian IBU dan JANIN dapat terjadi krn PERDARAHAN dan KOAGULOPATI.
Kematian bayi stlh lahir sekitar 15%
D. Klasifikasi
Berat ringanya komplikasi abruptio placenta tergantung pada : jumlah perdarahan, derajat lepasnya placenta, ukuran bekuan darah yang terbentuk pada permukaan placenta maternal.
Ada beberapa sistem pengklasifikasian derajat abruptio placenta, salah satunya adalah dng pembagian :
1. RINGAN
<> 2/3 bagian placenta terlepas dr uterus yang menyebabkan kaku & kencangnya uterus terus-menerus yang disertai nyeri berat. Perdarahan hitam pervaginam + ( > 1000 cc ), terkadang perdarahan tidak terjadi. Distres fetus mulai terjadi dan jika fetus tidak dilahirkan kematian tidak dpt dielakan. Terlepasnya plasenta menyebabkab ibu mengalami shock, kematian fetus, nyeri hebat dan kemungkinan berkembangnya DIC ( disseminated intravaskular coagulation )
E. Causes
1. Perdarahan retroplasenta karena penusukan jarum
2. Hamil pada usia tua
3. idiopatik
4. Fibromioma retroplacenta
5. Hipertensi maternal
6. Maternal trauma
7. Ibu perokok
8. Penggunaan kokain
9. Tali pusat pendek
10. Dekompresi pd uterus yg tiba-tiba
F. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Kondisi yg berhubungan dng abruptio placenta :
2. PIH ( pregnancy induced hypertension ) atau hipertensi kronik (140 / 90 mmhg )
3. Ruptur prematur dari membran <> 35 th, anomali uterus fibroid dan penyakit vaskuler misalnya DM atau penyakit colagen. Trauma eksternal ( misal kecelakaan )
4. Resiko akibat perilaku misalnya merokok, mengkonsumsi ethanol, kokain, methemphetamin
5. Riwayat abruptio placenta
6. Dekompresi cepat dr distensi yg berlebihan misal pd gestasi ganda, polihidramnion
7. Defisiensi asam folat ( jarang terjadi )
8. Riwayat
9. Ps biasanya memperlihatkan gejala :
10. Perdarahan Vaginal (80%)
11. Nyeri Abdomen / back pain dan kekakuan uterus (70%)
12. Fetal distress (60%)
13. Kontraksi abdomen Abnormal (hipertonik, frek tinggi) (35%)
14. Idioaphic prematur labor (25%)
15. Kematian Fetus (15%)
G. TANDA & GEJALA
1. Sangat tergantung pd luas / jumlah plasenta yg
2. lepas dan tipe abruptio
3. Sangat bervariasi
4. Tanda klasik kejadian akut “ knife like “ abdominal pain dng atau tanpa perdarahan pervaginam
5. AP ringan, gejalanya dpt spt nyeri melahirkan
6. AP berat nyeri dpt terjadi tiba-tiba & spt ditusuk pisau
7. Jika tjd perdarahan abdomen mjd membesar & uterus kaku. Abdomen spt “ board-like”
8. A couvelaire uterus s/d shock pd ibu
9. Perdarahan pervaginam ( pd 80% penderita )
10. Fetal distres s/d meninggal
H. Uji diagnostik
1. Lab
• Hb
• Ht
• Platelet
• Prothrombin/ aptt
• Fibrinogen
• Fibrin
• D-dimer
• Gol darah
2. USG
• Prehospital management
• Mon TV kontinyu
• O2 kontinyu-high flow
• IV line (1-2 jalur ): NaCl / RL
• Mon perdarahn vagina
• Mon DJJ
• Terapi shock jk diperlukan
3. ED
• Observasi ketat
• O2 tinggi
• DJJ mon
• IV-cairan
• Resusc cairan K?P
• Mon TV- U/O
• PRC- 4 unit disiapkan
• Mon penurunan tekanan intrauterin
• Seceparnya operasi SC
• Kolaborasi terapi DIC
I. PENATALAKSANAAN
Bervariasi tergantung : umur gestasi fetus, beratnya abruptio, komplikasi yg berhubungan, status ibu & fetus.
1. jk perdarahan banyak & tidak dpt dikontrol dilakukan persalinan yg tepat
2. Penentuan persalinan cepat tergantung pd beratnya abruptio placenta dan janin hidup / mati
3. AP berat dng atau tanpa perdarahan pervaginam dilakukan operasi sesar
4. Kehamilan dibawah 37 minggu penatalaksanaanya diyujukan pd memperpanjang kehamilan dengan harapan maturitas fetus
5. Jika fetus immatur dan tidak memperlihatkan kompresi fetus serta perdarahan pd ibu tidak menyebabkan hipovolemiadilakukan observasi ketat scr dini.
6. Fungsi koagulasi & status vilume obu baik tp terdapat distress fetus persalinan dilakukan dng cara yg aman.
V. PRE EKLAMSI & EKLAMSI
A. PRE EKLAMSI
Diagnosa pre eklamsi didasarkan pd berkembangnya pregnancy- induced hypertension dengan proteinuria, edema atau keduanya setelah 20 minggu kehamilan. Pre eklamsi dpr diklasifikasikan berat jika terdapat satu atau lebih gejala dibawah ini :
1. Pd keadaan istirahat TD sistolik ³ 160 mmhg atau diastolik 110 mmhg yg terjadi dua kali minimal dlm waktu 6 juam.
2. Proteinuria ³ 5 gr / 24 jam
3. Oliguria <> disukai IV , loading dose 4 mg dilanjutkan IV 1 - 2
2. KONTROL TEKANAN DARAH
tujuan terapi adalah menurunkan tekanan darah sistemik sapai pd titik dimana ststua ibu stabil. Tidak harus menurunkan sampai normal.
3. TERAPI SUPPORTIF
Pada pre eklamsi berat sering terjadi edema paru cadiac dan noncardiac. Terapi olsigen diberikan u/ mempertahankan PaO2 > 70 mmhg u/ mempertahankan oksigenasi fetus. K/P intubasi challengec cairan IV sebaiknya diberikan. Jk tidak berhasil lakukan monitoring hemodinamik invasif. Jk IV volume adekuat terapi vasodelator dpt membantu, monitoring ketat tanda vital, hemodinamik,status neurologis, kondisi janin, oksigenasi, dll.
4. HELLP SYNDROME
a. H = HEMOLISIS, an abnormal peripheral smear, total bilirubin > 1,2 mg/dl, atau kadar serum lactat dehydrogenase ( LDH ) > 600 U/L
b. EL=elevated lever enzym, aspartate aminotransferase ( AST) > 70 U/L atau LDH > 600U/L dan
c. LP= low platelet count - < 100,000/mm3
• Mengidentifikasi adanya kondisi kehamilan yg BERAT & MENGANCAM KEHIDUPAN
• Variasi sindroma ini mungkin tida melibatkan seluruh gejala diatas. Dapat muncul dng tanda yang tidak spesifik seperti nyeri epigastrum atau nyeri kuadran kanan bawah, malaise, mual, muntah,.
• Umumnya terjadi pada usia kehamilan 27 – 36 mg.
• pre eklamsi / eklamsi umumnya mendahului HELLP syndrome tapi 1/3 ps tidak mengalami hipertensi.
• Merupakan bagian dari fibrolisis atau hemolisis dr pre eklamsi trombositopenia DIC, perdarahan ntraserebral, gagal ginjal,
• Terkadang gejalanya dikacaukan dengan acute fatty liver in pregnancy
• Tidak merupakan indikasi persalinan namun demgan meningkatnya mordibitas fetus & maternal diperlukan persalinan yg tepat. Terapi hampir sama dengan pre eklamsi berat / eklamsi.
VI. AMNIOTIC FLUID EMBOLISM
A rare but frequently fatal complication of labor occurs when amniotic fluid embolizes from the amniotic sac and through the veins of the uterus and into the circulatory system of the mother. The fetal cells present in the fluid then block or clog the pulmonary artery, resulting in heart attack. This complication can also happen during pregnancy, but usually occurs in the presence of strong contractions.
VII. PROLAPSED UMBILICAL CORD
A prolapse of the umbilical cord occurs when the cord is pushed down into the cervix or vagina. If the cord becomes compressed, the oxygen supply to the fetus could be diminished, resulting in brain damage or possible death.
VIII. SHOULDER DYSTOCIA
Shoulder dystocia occurs when the baby's shoulder(s) becomes wedged in the birth canal after the head has been delivered.

INTOKSIKASI

INTOKSIKASI
Penyebab intoksisasi ada banyak macam, yang sering terjadi adalah karena kecelakaan atau, disengaja / bunuh diri. Di Amerika intoksikasi ± 75% terjadi pada anak umumnya karena keracunan produk rumah tangga

A. Agen Intoksikasi
Terjadi pada semua umur remaja: obat-obat psikotropik, sedative, transqualizer, antidepresan dan obat-obat narkotik. dewasa umumnya karena kecelakaan kerja (karbon monoksida, pestisida, keracunan makanan, dll)

B. Mekanisme
Mekanisme cidera masing-masing racun memiliki efek patologis yang berbeda-beda dimana masing masing racun memiliki patologi sendiri-sendiri. Efek racun dapat terjadi pada tempat atau sekitar masuknya racun (misalnya reaksi kimia sitotoksin) dan dapat berupa toksisitas sistemik yaitu efek-efek selektif racun atau efek metabolik khusus dari racun itu terhadap target yang spesifik misalkan asetaminofen di liver, methanol diretina, dll.

C. Pengkajian Prioritas Utama
1. Pengkajia riwayat kejadian, tanyakan pada pengantar pasien/pasien sendiri jika kooperatif.
2. Pengjakian fisik : Initial assessment/ Arway- Breathing- Cirkulating ( ABC)
a. Tingkat kesadaran
b. Pernafasan dan efektifitas nafas
c. Irama jantung
d. Ada tidaknya kejang
e. Keadaan dan warna kulit
f. Besar dan reaksi pupil mata
g. lesi, bau mulut, dan lainnya
Terkadang setelah mendapatkan resusitasi (ABC) sering dilanjutkan dengan perawatan suportif di ICU dan dilakukan pengeluaran zat penyebab dari tubuh serta mungkin diperlukan antidotumnya.
Jika didapat pasien tidak sadar dengan penyebab yang Belum jelas, perlu selalu difikirkan adanya kemungkinan intoksikasi. tindakan pertama:menjaga jalan nafas, oksigen ( biasanya tidak kurang dari 6 lt / menit), K/p bantuan nafas, IV line, kemudian cek seluruh tubuh adanya tanda-tanda kemungkinan mendapat obat atau racun, periksa adanya bekas suntikan, zat terminum bau nafas dan lainnya dan perkirakan juga kemungkinan terjadinya hipoglikemi.

D. Evaluasi/outcome umum pd intoksikasi
Stabilisasi & menigkatnya kardiorespirasi, kriteria :
sistolik 100mmHg, nadi 60 – 100X / menit, irama reguler
respirasi 24 X/ menit, tidak ada rales, tidak ada wheezing
meningkatnya kesadaran



Selasa, 17 Januari 2012

askep jiwa menarik diri


BAB I PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang Sesuai dengan program perkuliahan di Akademi Keperawatan Santa Elisabeth Medan, Program D-III pada semester ini, mahasiswa diwajibkan membuat laporan kasus di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Disini penulis mencoba menerangkan perawatan dan penderita skizofrenia paranoid. Adapun asuhan keperawatan merupakan salah satu bentuk penerapan oleh perawat yang berpedoman pada konsep dan proses keperawatan, tanpa melupakan mahasiswa sebagai mahkluk bio-psiko-sosial dan spiritual. Dalam praktek yang dilaksanakan penulis mencoba untuk menambah pengetahuan dan penerapan teori yang telah didapatkan dengan melaksanakan praktek di lapangan. Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka penulis menyusun laporan kasus dengan judul asuhan keperawatan skizofrenia paranoid dengan halusinasi pendengaran pada Tn. D.D. di ruangan UGD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menjalani praktek lapangan di RS. Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, penulis dapat merawat klien yang mengalami gangguan jiwa (memberikan asuhan keperawatan kepada klien/pasien yang gangguan jiwa) yang dilaksanakan dengan melakukan pendekatan yang sesuai proses keperawatan. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan halusinasi pendengaran pada Tn. D.D. di ruangan IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran pada Tn. D.D. di ruangan IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. c. Mampu merumuskan rencana keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran pada Tn. D.D. di ruangan IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. d. Mampu Melaksanakan tindakan keperawatan secara langsung dengan tepat dan benar pada pasien halusinasi pendengaran pada Tn. D.D. di ruangan IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien halusinasi pendengaran pada Tn. D.D. di ruangan IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. C. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup pembuatan pelaporan praktek keperawatan jiwa II ini adalah membahas konsep teori medis dan teori keperawatan halusinasi pendengaran yang diaplikasikan langsung dalam penerapan asuhan keperawatan halusinasi pendengaran pada Tn. D.D. di ruangan IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara. Pada tanggal tanggal 09 s/d 20 Desember 2008. D. Metode Penulisan Dalam penulisan pelaporan praktek keperawatan jiwa II ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan metode pendekatan dalam pengumpulan data melalui: 1. Anamnese pada klien : Kegiatan aktif dengan menanyakan langsung data dari informasi dalam proses keperawatan. 2. Observasi : Pengamatan secara langsung terhadap kondisi fisik atau keadaan pasien. 3. Study kepustakaan : Mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan halusinasi pendengaran. 4. Studi dokumentasi : Mempelajari status pasien, catatan perawatan dan catatan medis. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Medis 1. Defenisi • Halusinasi adalah Suatu persepsi yang salah oleh panca indra tanpa adanya rangsang (stimulas) eksteral. (cook dan Fontain, Essentials of mental health, Nursing, 1987) • Halusinasi adalah Pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori (Rasmun : 2001) • Halusinasi adalah Suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsesi”. • Halusinasi adalah Satu persepsi yang salah oleh panca indra tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal. (cook dan Fontain, Essentials of mental health, Nursing, 1987) • Halusinasi adalah Kesan dan penghayatan yang dilaporkan oleh pasien sebagai persepsi panca-indra: hal-hal yang dilihat olehnya (halusinasi visual), didengar olehnya (auditorik), dicium (olfaktorik) atau dirasa dilidahnya, atau hal-hal yang dirasa menyentuh tubuhnya (haptik). (Bachtiar, 1993). • Halusinasi adalah Persepsi sensorik tanpa adanya stimulus eksternal (Kaplan I. Harold : 1994). • Halusinasi adalah Pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan (stimulus) misalnya: penderita mendengar suatu (bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari bisikan itu. (Prof. Dadang, Hawan : 2001) • Halusinasi adalah Persepsi sensorik yang timbul pada penurunan kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. (W. F. Maramis, 1990) 2. Jenis-jenis Halusinasi a. Halusinasi Pendengaran (auditif, akustik): Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita mendengar dan berdebat dengan suara-suarat tersebut. Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat, bahkan mungkin datang dari tiap bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang mendesak/memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh dan merusak. b. Halusinasi Penglihatan (visual, optik); Merupakan karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun, atau panorama yang luas dan kompleks. Halusinasi pendengaran lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan. c. Halusinasi penciuman (alfaktorik): Yaitu Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau menjijikkan seperti : darah, urine dan feses. Kadang-kadang tercium bau harum. Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau terntetu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral. d. Halusinasi pengecapan (gustatorik); Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan. Walaupun halusinasi pendengaran jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik. e. Halusinasi raba (taktil); Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. f. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba: Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ g. Halusinasi kinestetik Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sautu ruang atau anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya: ”{hantom phenomenon” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (Phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu. Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. h. Halusinasi viseral : Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya. 3. Proses Terjadinya Halusinasi Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizo prenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu.seperti : Bicara Sendiri, bertengkar atau respon lain yang membahayakan. Bisa juga klien akan bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara tau benda mati. Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan skizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organik, 4. Faktor-faktor Penyebab Halusinasi a. Faktor prediposisi 1. Biologis Gangguan perkembangan atau fungsi otak, susunan syaraf-syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita, gejala yang mungkin timbul adalah ; hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul prilaku menarik diri. 2. Psikologis Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan otoritas realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3. Sosial budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita, seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. b. Faktor presipitasi Secara klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. 5. Fase Halusinasi ada 4 yaitu: Fase I Klien mengalami stress, perasaan terpisah dan kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melanun dan memikirkan halusinasi yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan, sementara klien masih dapat mengontrol halusinasi. Fase II Kecemasan mulai meningkat, melamun dan berfikir mulai dominan, mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu, klien mencoba membuat jarak antara dirinya dan halusinasi sendiri dengan cara memproyeksikan pengalamannya. Fase III Halusinasi lebih menonjol dengan menguasai dan mengontrol dirinya, klien dengan halusinasi. Halusinasi tersebut menjadi kesenangan dan keamanan bagi dirinya Fase IV Klien menjadi terpaku dengan halusinasinya dan tidak adanya usaha untuk melupakan/melepaskan halusinasiny berubah menjadi mengancam individual. Individu menjadi takut, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan dengan lingkungan. (W. F. Maramis, 1990) Menurut Janice Clack (1962) klien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai halusinasi. Tahapan halusinasi antara lain: 1) Tahap comforting Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stressornya dengan coping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman. 2) Tahap condemning Tahap kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (with drawl). 3) Tahap controlling Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian/sedih 4) Tahap conquering Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide. Tahapan halusinasi, karakteristik dan prilaku yang ditampilkan Tahap Karakteristik Perilaku Klien Tapap I - Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan - Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan - Mencoba berfokuspada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas - Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran non psikotik - Tersenyum, tertawa sendiri - Menggerakkan bibir tanpa suara - Pergerakan mata yang cepat - Respon verbal yang lambat - Diam dan berkonsentrasi Tahap II - Menyalahkan - Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati - Pengalaman sensori menakutkan - Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut - Mulai merasa kehilangan kontrol - Menarik diri dari orang lain non psikotik - Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah - Perhatian dengan lingkungan berkurang - Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja - Kehilangan kemampuan 6. Manifestasi klinis a. Pikirannya dapat didengar sendiri b. Suara-suara yang sedang bertengkar c. Suara-suara yang mengkomentari penderita d. Tubuh dan gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar. e. Pikirannya diambil/disedot keluar. f. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain/disiarkan keluar secara umum g. Perasaannya dibuat oleh orang lain. h. Kemauan/tindakannya dipengaruhi oleh orang lain i. Dorongannya dikuasai oleh orang lain j. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham. (W. F. Maramis, 1990) 7. Penatalaksanaan a. Farmakoterapi Neroleptikap dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan skizofrenia yang menahun dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada penderita spikomotorik yang meningkat pada penderita paranod trifluoparazin lebih berhasil. Dengan fenotinzin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Bila masih ada waham dan halusinasi penderita tidak terpengaruh lagi. b. Terapi Elektro Konvulsi (TEK) Dapat memperpendek serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita akan terapi tidak dapat mencegah serangan yang akan datang. c. Psikoterapi dan rehabilitasi Psikoterapi dalam psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan justru dapat menambah isolasi dan autisme. Psikoterapi supuratif individual/kelompok serta bimbingan yang praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke masyarakat hal dapat membantu penderita. d. Lobotami prefrontal Dapat diberikan bila terapi lain tecara intensif berhasil dan bila penderita sangat menganggu lingkungannya (W.F. Maramis, 1990) B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Faktor Predisposisi 1) Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurologic yang maladaptik termasuk : • Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi. • Abnormalitas pada mekanisme pinta masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan. 2) Stress lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan ter adinya gangguan lingkungan. 3) Pemicu gejala Pemicu merupakan prekusor dan stimuli yang Bering menimbulkan episode barn suatu penyakit-penyakit pemicu yang biasanya terdapat pada neurobiologis yang maladaptik berhubungan dengan kesehatan lingkungan sikap dan perilaku individu. (Baku Saku Kedokteran Jiwa : 305) b. Faktor Presipitasi 1) Biologis Abnormalitas, otak yang menyebabkan respons neurobiologis yang maladaptik yang bare dipahami ini termasuk hal-hal berikut : • Penelitan pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perk skizoprenia lesi pada area prontal, temporal dan lembah paling berhubungan dengan perilaku psikotik. • Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizoprenia, hasil penelitan sangat menunjukkan hal-hal ini - Dopamin transmitter yang berlebihan - Ketidakseimbangan antar dopamin dengan neurotransmitter lain - Masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin. 2) Faktor psikologis Teori psikodinamik untuk tedadinya respon neurobiologik yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya teori psikologik terdahulu menyarankan sebagai penyebab gangguan ini sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional. 3) Faktor sosial budaya Stress yang menumpuk dapat menunjukkan terhadap awitan skizoprenia dan gangguan psikotik lain tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama. gangguan. c. Karakteristik perilaku klien halusinasi 1) Bicara, senyum, tertawa sendiri. 2) Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghirup (mencium), dan merasa sesuatu yang tidak nyata. 3) Merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan. 4) Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi. 5) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata. 6) Pembicaraan kalau kadang tidak masuk akal. 7) Sikap curiga dan bermusuhan. 8) Menarik diri : menghindar dari orang lain. 9) Sulit membuat kepusuan 10) Ketakutan 11) Tidak mampu melaksanakan asuhan sendiri, mandiri, sikat gigi, ganti pakaian, berhias untuk rapi. 12) Mudah tersinggung, jengkel dan marsh. 13) Menyarankan diri sendiri/orang lain. 14) Muka merah, kadang pucat. 15) Ekspresi wajah tegang. 16) Tekanan darah meningkat. 17) Nafas terengah-engah. 18) Nadi cepat 19) Banyak keringat (Standar Asuhan Keperawatan Jiwa) 2. Diagnosa Keperawatan a) Perubahan sensori, persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. b) Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. c) Koping individu inefektif berhubungan dengan regimen terapeutik inefektif. d) Gangguan konsep diri berhubungan dengan harga diri rendah. e) Resiko tinggi kekerasan mencederai diri sendiri berhubungan dengan halusinasi pendengaran f) Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi pendengaran g) Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah h) Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri. 3. Tindakan Keperawatan a. Psikoterapeutik 1) Bina hubungan Baling percaya Biacara dengan klien secara jujur, singkat dan jelas, mudah dimengerti dan tentang topik yang nyata.; Dengarkan pernyataan tentang halusinasinya tanpa menentang dan menyetujui; Perhatikan dengan cermat ungkapan klien 2) Bimbing keluarga mengungkapkan perasaannya. - Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan halusinasinya. - Anjurkan kepada klien bahwa perawat tidak mengalami apa yang dialami oleh klien tanpa menyangkal pertanyaan. - Ajak klien membicarakan hal-hal nyata yang di lingkungannya. 3) Bantu dan bimbing klien untuk menemukan cara menyelesaikan masalah (topik) yang konstruktif - Tanyakan kepada klien perasaannya apabila tedadi halusinasi spa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut manfaat dari cara yang telah digunakan - Bicara dengan klien saat tedadi halusinasi (misal sedang sendiri malam hari) dan tidak tedadi halusinasi (misal saat berbicara dengan orang lain saat melaksanakan kegiatan) - Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah tedadinya halusinasi. - Bimbing klien memilih kegiatan yang tepat. - Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilihnya. - Bimbing klien untuk mencoba cara lain. - Beri penghargaan atau pujian atas keberhasilan klien. b. Pendidikan Kesehatan 1) Bimbing klien mengontrol halusinasinya. - Sarankan klien agar segera memberitahukan perawat, bila halusinasinya timbul. Bersama klien membuat rencana kegiatan yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya. - Bimbing klien melaksanakan rencana kegiatan yang telah dibuat. - Diberi informasi kepada klien tempat dimana dia mints bantuan apabila sulit mengendalikan diri di saat halusinasinya timbul. 2) Jelaskan pada klien dan keluarga manfaat obat terhadap kesehatan serta efek samping yang mungkin timbul serta cara-cara mengatasinya. 3) Jelaskan kepada keluarga, tanda-tanda halusinasinya, cara mengatasinya serta fasilitasnya kesehatan yang dapat digunakan. c. Kegiatan Hidup Sehari-hari (ADL) 1) Bimbing klien memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan. - Jelaskan pada klien bahwa makan dan minum yang cukup perlu untuk kesehatan. - Ajak klien ke ruang makan. - Bujuk klien ke ruang makan. - Bujuk klien untuk makan bila dia menolak makanan. - Ajak klien makan bersama dengan klien lain. - Izinkan klien mengganti makanan apabila dia mempunyai persepsi salah terhadap makanan tertentu. - Pantau pola, makan klien apabila tidak memenuhi kebutuhan kolaborasi dengan tim medis/tim gizi. 2) Bimbing klien melaksanakan asuhan sendiri. 3) Bimbing klien melaksankan kegiatannya - Sertakan dalam kegiatan yang disukainya dapat diselesaikan dengan baik dalam waktu singkat. - Bantu klien dalam memilih kegiatan yang dilakukan bersama orang lain. - Beri pujian atas keberhasilan klien. d. Terapi Somatik Beri obat-obatan sesuai dengan program medis - Sediakan dan beri klien obat dengan memperhatikan lima, benar (orang, dosis, cara, waktu dan obat). - Tanyakan alasan bila, klien hendak minum obat serta beri pengertian. Bicarakan dengan dokter dan tim farmasi jika klien tetap, menolak minum obat, untuk mengganti dengan bentuk lain. - Ajak klien berbicara untuk meyakinkan bahwa obatnya sudah betul¬betul diminum. - Catat hasil pemberian obat dan respon klien. e. Lingkungan Terapeutik 1) Siapkan lingkungan fisik yang dapat menguatkan realitas - Sediakan alat petunjuk waktu seperti jam. - Beri tanda atau nama pada setiap tempat di ruang rawat. - Kenalkan secara tertahap, tentang waktu dan tempat. 2) Siapkan lingkungan sosial • Sediakan dan pakai papan nama petugas • Kenalkan nama, setiap interkasi dengan klien • Sertakan klien dalam kegiatan secara sertahap. • Kenalkan klien pada tempat-tempat umum di sekitar rumah sakit. 4. Evaluasi Klien dapat : a. Menjelaskan waktu dan tempat terjadinya halusinasi. b. Menyebutkan saat ter adi halusinasi c. Berinteraksi dengan orang lain tanpa rasa curiga. d. Berespon sesuai dengan stimulasi di luar dirinya. e. Klien dapat mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya (Standart Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, 2000 ; 26 BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Pengumpulan data Nama mahasiswa yang mengkaji : Monika Y. Ginting NIM : 2006-005 Unit :UGD Tanggal pengkajian : 10 Des 2008 Ruang/kamar : Observasi/3 Waktu pengkajian : 16.00 WIB Tgl. Masuk RS : 09 Desember 2008 Auto Anamnese : Pasien Rekam Medik : 02 – 55 – 08 Allo Anamnese : keluarga 1. Identifikasi klien Nama : Tn. D.D Tempat/Tgl.lahir : Desa Sibunga-bunga/16 Maret 1981 (27 tahun) Jenis kelamin : Laki-laki Status : Menikah Agama : Katolik Warga negara/suku : Indonesia/Batak Simalungun Pendidikan/Pekerjaan : SD/Petani Alamat rumah : Desa Sibunga-bunga Hilir Kec. STM Hulu, Kab Deli Serdang. 2. Penanggung jawab Nama : Ny. N. S Alamat rumah : Desa Sibunga-bunga Hilir Kec. STM Hulu, Kab Deli Serdang. Hubungan keluarga : Ibu II. Alasan Masuk Pasien suka marah-marah, suka berbicara sendiri, tidak bisa tidur, suka melawan, sering melamun, mau memukul, sering jalan malam-malam sambil membawa parang, sering mendengar bisikan ataupun suara-suara yang mendenging ditelinganya, mondar-mandir, merusak barang-barang.. III. Faktor Presipitasi/Riwayat Penyakit Sekarang Menurut keterangan keluarga kira-kira dua tahun yang lalu, pasien sering melamun, susah tidur karena pasien mendengar suara yang menyuruh dia untuk memukul orang. Pasien mau merusakan barang-barang yang ada dirumah maupun disekitar rumah tempat tinggal pasien dan suka bertengkar dengan tetangga. Sehingga lingkungan sekitarnya menjadi takut melihatnya dan orang lain juga menjadi takut datang kerumahnya. Data saat ini: Pasien tampak diam, suka melamun, kadang berbicara sendiri. IV. Faktor Predisposisi a. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa + 2 tahun yang lalu. b. Pengobatan sebelumnya belum/kurang berhasil berhubung karena pasien tidak teratur dibawah untuk berobat dimana keluarga juga tidak mempunyai ketersediaan hahwa untuk mendampingi dan mengatur pasien berobad berada kesibukan masing-masing anggota keluarga. Maka dari itu pasien dibawa bawa kembali ke RS jiwa untuk mendpatkan pengobatan kembali. c. Pasien tidak ada keluhan rentang fisiknya d. Pengalaman masa lalu pasien yang tidak menyenangkan Pasien mengatakan kurang dapat bergaul dengan orang lain karena orang lain tahu bahwa pasien sakit jiwa dan kurang bisa bergaul dengan orang lain. Pasien juga merasa kurang diterima dilingkungannya karena orang tahu bahwa pasien sakit jiwa dan pasien kurang diterima dalam lingkungannya. Pasien jadi merasa sendiri dan jika ditanya pasien merasa berat tinggal di rumah sakit jiwa. e. Genogram Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Meninggal dunia : Pasien : Tinggal serumah Kesimpulan : Seluruh keluarga dalam keadaan sehat, anggota keluarga yang lain tidak ada mengalami gangguan jiwa, ayah pasien sudah meninggal + 1 tahun yang lalu karena terkena penyakit jantung. f. Adakah angota keluarga yang pernah mengalami ganggian jiwa Keluarga mengatakan semua keluarga tidak ada yang pernah mengalami gangguan jiwa. Keluarga sangat mengkhawatirkan keadaan pasien saat ini dan berharap pasien cepat sembuh dan cepat pulang. V. Pemeriksaan Fisik • Tanda vital : Tekanan darah : 130/90 mmHg Nadi : 86 x/menit Suhu : 36,5 0C Pernafasan : 22 x/menit • Badan Tinggi : 170 cm Berat : 70 kg • Keluhan fisik : Tidak ada (pasien tidak ada merasakan sakit pada bagian tubuhnya, pasien merasa tubuh ataupun badannya sehat semua). VI. Satus Psikososial a. Konsep Diri 1. Gambaran diri : Pasien merasa dirinya baik-baik saja, dan bagian tubuh yang disukainya adalah rambunya, sedangkan yang tidak disukainya adalah kedua tangannya karena tangannya itu yang membuat dia dikurung dan dimaksudkan ke rumah sakit jiwa, karena suka memukul. 2. Identitas diri : Klien adaha akan ke 3 dari 4 bersaudara dan klien sudah menikah, mempunyai anak 2 orang, pendidikan terakhir klien lulusan SD. 3. Peran diri : Klien sebagai suami dan bapak bagi anak-anaknya turut membantu istrinya dalam mencari nafkah, yaitu dengan berladang. 4. Ideal diri : Klien mengatakan ingin pulang dan bekerja di sebuah perusahaan sehingga menjadi orang kaya. 5. Harga diri : Klien mengatakan sangat sedih ketika dijauhi orang, tidak diterima dilingkungannya, tidak punya teman sehingga pasien merasa sendiri dan tidak berarti. b. Hubungan sosial - Orang yang berarti : Pasien mengatakan lebih sayang pada ibunya - Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan kelompok, pasien mudah tersinggung. - Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Pasien mengatakan sekak dirawat di RSJ tidak pernah dikunjungi oleh teman-temannya Masalah keperawatan : Kerusakan interaksi sosial c. Spiritual 1. Nilai dan keyakinan : - Klien beragama Kristen dan klien yakin bahwa Tuhan itu ada. - Klien jarang berdoa 2. Kegiatan ibadah - Klien mengatakan selama di rumah, selalu beribadah dan semenjak di RSJ tidak pernah beribadah lagi. 3. Pandangan spiritual terhadap gangguan jiwa : - Pasien mengatakan dia bukan gangguan jiwa tetapi orang pintar karena selalu belajar d. Pendidikan dan pekerjaan 1) Pendidikan terakhir klien : Tmat SD 2) Jenis pekerjan yang dijalani : sebelum sakit klien bekerja sebagai petani. 3) Perasaan klien dengan status pekerjaan dan pendidikan : Pasien mengatakan senang dengan pendidikan dan pekerjan yang pernah dijalaninya. 4) Perasaan klien terhadap situasi tempat kerja : Pasien mengatakan senang dengan situasi tempat dia kerja, namun teman-temannya ada yang tidak suka dengan dirinya karena hasil panennya lebih berhasil dari pada yang lainnya VII. Status Mental a. Penampilan : tidak rapi Jelaskan : Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki pasien kurang rapi, rambutnya tidak disisir, baju tidak dikancing/terbuka dan kalau basah pasien menganggap hal itu biasa tapi kalau diarahkan pasien mau mendengarkan dan dilakukan. Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan b. Pembicaraan : keras Jelaskan : Klien berbicara keras dan menguasai pembicaraan dan bisa diajak bicara dan pembicaraan dimengerti. Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan c. Aktivitas motorik : Jelaskan : Pergerakan klien tidak menunjukkan kelainan yang spesifik hanya kadang ditengah pembicaraan klien ada gerakan-gerakan kecil yang tidak terlalu menganggngu. Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan d. Alasan perasaan : sedih Jelaskan : Terlihat sedih bila tidanya tidak apa-apa biasa begitu, itu jawaban klien seperti mengingat sesuatu dan pandangan klien tampak kosong. Masalah Keperawatan : harga diri rendah. e. Afek : datar Jelaskan : Klien datar dan biasa saja, sudah tertawa pun orang, klien biasa saja tidak semangat- dan kalau ada temannya yang ribut-ribut dan menjerit klien ikut terpancing dan berkata sesuatu yang tidak ada hubungan dengan kata-kata pasien yang mengamuk tadi. Masalah Keperawatan : Isolasi sosial menarik diri f. Interaksi selama wawancara : kontak mats kurang. Jelaskan : Setiap kali berbicara klien pandangannya ke tempat lain dan tidak memandang si perawat dan kalau dipanggil namanya sponta menjawab. Masalah Keperawatan : isolasi sosial menarik diri g. Proses pikir : flight of ideas Jelaskan : Ketika klien diajak untuk bercerita klien antusias untuk bercerita dan kira-kira 10 menit klien masih bisa bercerita dengan baik sesudahnya klien mengalami pembicaraan tidak berkesinambungan lagi. Masalah Keperawatan : tidak ada, masalah keperawatan h. Persepsi halusinasi Jelaskan : Pasien wring berbicara sendiri dan tersenyum sendiri ketika klien berada di kamar klien mau jalan sendiri dan mau tersenyum-senyum. Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan i. Isi pikir Jelaskan : Klien tampak mengingat kejadian kemarin dan yang baru terjadi ketika waktu pengkajian klien bisa cerita akan apa dan bagaimana dia di keluarganya. Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan j. Tingkat kesadaran Jelaskan : Klien tampak sadar dan berorientasi pada orang waktu dan tempat kadang saja kelihatan bingung tapi kalau dituntun klien tidak bingung lagi. Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan k. Memori gangguan daya ingat panjang Jelaskan : Klien mampu mengingat yang biasa dan juga mampu mengingat yang baru. Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan l. Tingkat konsentrasi dan berhitung Jelaskan : Klien bisa berhitung secara sederhana misal : 1,2,3,4 dan 2+2 = 4 dan klien bisa juga membaca yaitu membaca nama yang praktek di rumah sakit jiwa yang ada pagan namanya. Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan m. Kemampuan penilaian Jelaskan : Klien masih mampu membedakan antara bersih dan yang kotor. Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan n. Daya tilik diri (insight) Jelaskan : Klien tidak menunjukkan adanya ganggua daya tilik diri. Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan VIII. Aspek Medik a. Diagnosa medik : Halusinasi pendengaran b. Therapy medik : CPZ (Clapromazine) 3 x 1, tab THP (Trilexyphnidl) 1 x 1, DZP (Diazepam) 1 x 1 amp IX. Daftar Masalah Keperawatan a. Gangguan interaksi sosial b. Harga diri rendah : menarik diri c. Isolasi sosial : menadrik diri d. Harga diri rendah e. Perubahan persepsi perseptual : halusinasi pendengaran Analisa Data Sign/sympton Masalah Keperawatan Datas Subjektif: - Klien mengatakan pernah melakukan tindakna kekerasan dilingkungannya yaitu memukul tetangganya apabila permintaannya tidka dipenuhi dan juga melempari tetangganya dengan batu tampa alasan yang jelas. Data Objektif : - Klien sering tertawa/berbicara sendiri tanpa ada temannya yaitu klien berbicara dengan seseorang yang bisa membuatnya tertawa. - Pandangan klien kosong apabila berbicara dengan perawat. - Saat interaksi kontak mata kurang yaitu klien sering menunduk dan tidak mau beradu pandang dengan orang lain. - Klien sering menyendiri yaitu klien tidak suka bergabung dengan teman-teman di sekitarnya. Resiko tinggi kekerasan mencederai diri sendiri dan orang lain. Datas Subjektif: - Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang mengajaknya untuk memukul orang lain tanpa tujuan yang pasti, dan tanpa sebab yang pasti. - Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membuat pasien menjadi marah-marah dan susah tidur karena suara-suara bisikan tersebut yang mendenging ditelinganya. Data Objektif : - Klien tampak lebih banyak berdiam diri di tempat tidurnya. - Klien selalu duduk menyendiri di tempat tidurnya - Pandangan klien kosong - Kontak mata singkat dan sering melihat ke tempat lain kalau berbicara. - Keluarga klien tidak ada yang sakit jiwa - Jika klien menjawab pertanyaan dengan singkat, misalnya: mengapa bapak belum tidur? Klien menjawa saya belum mengantuk. Perubahan persepsi perseptal halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi sosial. Datas Subjektif: - Klien mengatakan merasa dikucilkan oleh teman-teman dilingkungan sekitarnya, dan klien juga tidak mempunyai tempat - Klien mengatakan kurang dapat bergaul dengan orang lain. Data Objektif : - Klien datar dan biasa saja - Klien selalu menyendiri di tempat tidurnya. - Klien bergabung dengan orang lain yaitu segala kebutuhannya sehari-hari seperti sabun, makanan dan lain-lain. - Pasien tampak lesu dan kurang bersemangat - Klien lebih banyak berdiam diri apabila tidak ditanya pasien akan tetap diam. - Kesan kepribadian klien introvert yaitu tertutup kepada siapa saja apabila ditanya mengenai sesuatu yang lebih mendalam tentang dirinya. Isolasi sosial: menarik diri B. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap tindakan kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi pendengaran. 2. Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. 3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah III. RENCANA KEPERAWATAN Nama : Tn. DD Ruang : IGD No. Tgl/ Jam Diagnosa Keperawatan Perencenaan Rasionalisasi Nama/ Paraf Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan 1 Resiko tinggi terhadap tindakan kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi pendengaran TUM: Tidak terjadi tindakan kekerasan pada lingkungan TUK : 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya TUK : 2 Klien dapat mengenal halusinasinya TUK : 3 Klien dapat mengontrol halusinasinya 1.1 Klien dapat mengung-kanpkan perasaannya dan keadaan secara verbal 1.2 Klien dapat membedakan hal nyata dan hal yang tidak nyata setelah 3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal-hal yang nyata. 2.2. Klien dapat menyebutkan kapan isi, waktu, frekwensi dan berapa kali satu hari 3.1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan bila sendang berhalusinasi. 3.2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara memutus halusinasi Bina hubungan saling percaya - Salam teraupetik - Perkenalkan diri - Jelaskan tujuan interaksi - Ciptakan lingkungan yang tenang - Buat kontrak yang jelas - Tepati waktu Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Dengarkan ungkapan klien dengan empaty 2.1.1. Adakan kontak sering dan singkat secara sertahap - 5 menit setiap 1 jam - 10 menit setiap 1 jam - 15 menit setiap 1 jam 2.1.2. Observasi tingkah laku verbal/ nonverbal yang b/d halusinasi : bicara sendiri: - Isi bicara - Mata melotot - Tiba-tiba pergi - Tertawa tiba-tiba 2.1.3. Gambarkan tingkah laku halusinasi pada klien, ”apa yang terdengar atau dilihat”. 2.1.4. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien, tetapi tidak bagi perawat (tidak membenarkan dan tidak menyangkal). 2.2.1. Bersama klien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi: sifat, isi, waktu dan frekuensi halusinasi. 2.2.2. Bersama klien menentukan faktor pencetus halusinasi ”apa yang terjadi sebelum halusinasi” 2.2.3. Dorong klien mengungkapkan perasaannya ketika sedang halusinasi 3.1.1. Identifikasi bersama klien tindakan apa yang dilakukan bila sedang berhalusinasi. 3.1.2. Beri pujian terhadap ungkapan klien tentang tindakannya. 3.2.1. Dorong klien untuk menyebut-kan kembali cara memutus halusinasi 3.2.2. Beri pujian atas upaya klien 3.2.3. Dorong klien untuk mengikuti TAK 3.2.4. Beri pujian bila dapat melakukannya. 1.1.1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang teraupetik perawat – klien 1.1.2. Ungkapkan perasaan klien kepada perawat sebagai bukti bahwa klien mulai mempercayai perawat. 1.1.3. Rasa empaty akan meningkatkan hubungan saling percaya 2.1.1. Mengurangi waktu kosong bagi klien sehingga dapat mengurangi frekuensi halusinasi. 2.1.2. Halusinasi harus dikenalkan terlebih dahulu oleh perawat agar intervensi efektif. 2.1.3. Klien mungkin tidak mampu untuk mengung-kapkan persepsinya, maka perawat dapat memfasilitasi klien untuk mengungkap-kan secara terbuka. 2.1.4. Meningkatkan orientasi realita klien dan rasa percaya klien. 2.2.1. Peran serta aktif klien sangat menentukan efektifitas tindakan keperawatan yang dilakukan. 2.2.2. Membantu klien untuk mengontrol halusinasi-nya bila faktor pencetus-nya telah diketahui. 2.2.3. Upaya untuk memutus halusinasi perlu dilakukan oleh klien sendiri agar halusinasinya tidak berlanjut. 3.1.1. Tindakan yang biasanya dilakukan klien merupakan upaya mengatasi halusinasi 3.1.2. Memberikan hal yang positif atau pengakuan akan meningkatkan harga diri klien. 3.2.1. Dengan halusinasi yang terkontrol oleh klien maka resiko kekerasan tidak terjadi. 3.2.2. Pujian merupakan pengakuan yang dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien. 3.2.3. Akan membantu klien melupakan halusinasinya dan meningkatkan daya konsentrasi klien. 3.2.4. Pujian merupakan pengakuan yang dapat memotivasi : klien mengulangi hal positif. 2 Perubahan sensori persepsi halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial: menarik diri TUM: Klien dapat b/d orang lain lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah. TUK I. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. TUK : 2 Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain TUK : 3 Klien dapat berhubungan dengan orang lain. 1.1. Setelah 2 hari pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat 2.1. Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain 3.1. Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain. - Membalas saapan perawat - Menatap mata - Mau berinteraksi Bina hubungan saling percaya - Sikap terbuka dan empati - Terima klien apa adanya - Sapa klien dengan ramah - Tepati janji - Sesering mungkin bertemu klien. 2.1.1. Diskusikan manfaat berhubungan dengan orang lain 2.1.2. Dorong klien menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain. 2.1.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien menyebutkan manfaat b/d orang lain. 3.1.1 Dorong klien untuk menyebutkan cara b/d orang lain. 3.1.2 Dorong dan bantu klien b/d orang lain secara sertahap antara lain: - Klien – perawat - Klien – perawat – perawat lain - Klien – perawat – perawat lain – klien lain - Klien – kelompok kecil (TAK) - Klien – keluarga 1.1.1. Kejujuran, kesediaan dan penerimaan, meningkatkan kepercayaan 2.1.1. Meningkatkan pengetahuan klien perlunya berhubungan dengan orang lain. 2.1.2. Untuk mengetahui pemahaman klien tetapi informasi yang telah diberikan. 2.1.3. Untuk Meningkatkan harga diri klien. 3.1.1. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan. 3.1.2. Klien dapat mengalami dan terlebih untuk berhubungan dengan orang lain juga terhadap keluarga. Beri pujian terhadap kemampuan klien menyebutkan. 3 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. TUM: Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan merasa puas. TUK : 1 Klien secara pribadi 1.1. Klien dapat menyebut-kan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1x pertemuan 1.2. Klien dapat menyebut-kan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi kehilangan 2.1. Klien dapat berinteraksi secara sertahap. 2.2. Klien dapat berinteraksi kepada semua orang. 3.1 Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah. - Menarik diri dari realita - Tidak berguna dan tidak mampu 3.2 Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien dengan harga diri rendah secara tepat 1.1.1. Diskusikan dengan keluarga untuk menghargai kemampuan dan hal positif yang dimiliki klien. 1.2.1. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien 1.2.2. Beritahu klien tidak ada yang sempurna di dunia ini. 1.2.3. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimilikinya. 2.1.1. Beri waktu untuk memamahi klien dalam setiap kelompok. 2.1.2. Secara sertahap tingkatkan kemampuan klien. 2.1.3. Berikan pujian atas tindakan yang dilakukan. 3.1.1. Diskusikan dengan keluarga tanda harga diri rendah. 3.1.2. Anjurkan setiap anggota keluarga mengenal kemampuan anggota keluarga. 3.2.1 Diskusikan dengan keluarga cara berespon terhadap klien misal: menghargai klien 3.2.2 Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan mengangkat harga diri klien. 1.1.1. Perilaku menerima dan menghargai klien dan akan meningkatkan saling percaya dan menghilangkan rasa takut. 1.2.1. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan. 1.2.2. Untuk memacu agar selalu mencoba dan mencoba untuk menerima kenyataan. 1.2.3. Memberikan harapan pada klien. 2.1.1. Klien merasakan kehadirna dan pendampingan orang lain pada dirinya. 2.1.2. Melatih kemandirian klien secara sertahap. 2.1.3. Dengan memberikan kepercayaan klien dapat menganggap dirinya dihargai 3.1.1. Mengantisipasi masalah yang timbul 3.1.2. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan harga diri rendah. 3.2.1 Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses. D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Nama/Umur : Tn. D.D/27 Thn Ruang/Kamar : IGD Tgl/ waktu No. D.Kep Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) Nama Jelas 10 Des 2008 08.00 10.00 11 Des 2008 08.00 11.00 1 TUK 1 TUK 2 TUK.II - Salam teraupetik ”selamat pagi Bapak,..... (tersenyum dan menjawab selama pagi suster) memperkenalkan diri, berjabat tangan, duduk berhadapan, mengingatkan kontrak, menunjukkan sikap empaty - ”Nama saya Monika, saya mahasiswa Akper St. Elisabeth, praktek disini selama lebih kurang 2 minggu setiap hari kecuali hari mingga. Nama Bapak...... siapa dan suka dipanggil apa...? bersama perawat saya akan merawat pasien lain juga bapak, apakah bapak mempunyai masalah, ada yang di pikirkan? Saya akan membantu bapak.” - Apakah bapak senang kita cerita-cerita dan jika bapak mempunyai masalah atau ada yang difikirkan saya akan membantu bapak. - Nanti jam 10.00 wib tempatnya disini juga ya? Kita akan cerita dan saling kenal. - Salam terapeutik ”Selamat soren Bapak.... D” - Mengingatkan kontrak, topik, waktu dan tempat “Apakah bapak masih ingat pertemuan kita tadi pagi, pertemuan sekarang akan membicarakan apa?” - Mengevaluasi kemampuan klien TUK 1. ”Apakah bapak masih ingat nama saya?” - Membantu klien mengidentifikasi situasi yang menyebabkan halusinasi. ”Apakah bapak mendengar suara-suara” ”Pada saat bapak sedang apa suara-suara itu terdengar, apa isi suara itu?” - Mendorong klien mengungkapkan perasaannya pada saat halusinasi - Mengakhiri pertemuan : ”Baiklah pak pertemuan kita cukup disini” - Mengadakan kontrak untuk pertemuan berikutnya dengan topik bagaimana mengontrol halusinasi, besok pagi ya pak pukul 08.00 Wib disini juga ya. - Salam teraupetik ”selama pagi pak...? tampaknya bapak baru selesai makan, bagaimana enak makanannya? - Meningkatkan kontrak ”apakah bapak masih ingat kita akan membicarakan apa? - Mengevaluasi kemampuan klien pada TUK selumnya, menanyakan apakah pakah ingat apa itu halusinasi. - Mengkaji tindakan apa yang biasa dilakukan bapak untuk mengontrol halusinasi selama ini? - Mendiskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi. - Mengontrol halusinasi itu ada 4 cara yaitu: harus berani mengatakan ”tidak” mau mendengar suara-suara, kedua, harus ada aktifitas, ketiga, minta tolong sama suster/keluarga kalua mendengar suara, keempat, minum obat teratur. - Meminta klien mengulangi apa yang sudah dijelaskan (coba ulangi pak yang sudah saya jelaskan tadi) - Memberikan pujian atas kemampuan klien ibu tadi sudah bisa menyebutkan cara untuk mengontrol halusinasi itu sudah bagus sekali, nanti bisa coba). - Mengakhiri kontrak : ”baiklah pak pertemuan kita cukup sekian” - Mengadakan kontrak untuk pertemuan berikutnya dengan topik gunanya oabt untuk mengontrol halusinasi pada pukul 11.00 Wib tempatnya sama disini juga apakah bapak setuju? - Mengucapkan salam terapeutik, selama siang pak saya melihat bapak tadi membakar sampah dengan Leman-Leman bapak tadi. - Mengingatkan kontrol dan topik, apakah masih ingat apa yang kits janjikan jam : 08.00 Wib pagi tadi. - Mengevaluasi kemampuan klien pada diagnosa I - Memberi pujian kepada klien kemampuannya menyebutkan apa yang dikontrakkan - Menanyakan kepada klien kenapa bapak sering melihat ke tempat lain kalau bicara dan tak mau cerita panjang. - Menjelaskan tanda-tanda menarik diri memisahkan diri dengan Leman yang lain, tertawa bicara sendiri-sendiri, sering menunduk kontak mats kurang apalagi kalau berbicara. - Mengadakan kontrak untuk pertemuan berikutnya dengan topik manfaat berhubungan dengan orang lain tempatnya disini ya pak pada pukul 08.00 Wib pagi. - Mengucapkan salam terapeutik selarnat pagi pak bagaimana perasaannya pada pagi hari ini (saya merasa senang karena ada orang yang memberikan saya baju tadi) - Mengingatkan kontrak dan topik, apakah bapak masih ingat apa yang kits j anj ikan kernarin Siang. Mengevaluasi kemampuan klien pada TUK 2 alasan klien ingin sendiri dan tidak suka bersama. Memberi pujian kepada klien atas kemampuannya menyebutkan apa yang telah dikontrakkan - Mendiskusikan manfaat berhubungan dengan orang yaitu: dapat berbagai perasaan, cerita pengalaman dan tidak merasa sepi. - Membantu klien menyebutkan kembali apa yang sudah dijelaskan - Memberi pukian atas kemampuan klien menyebutkan manfaat berhubungan dengan dengan orang lain. S : Nama Saya D, saya suka dipanggil D. O : Bicara spontan, suara pelan, ekspresi tenang, klien banyak menunduk, terkesan pendiam A : Hubungan saling percaya perlu ditingkatkan. P : Pertemuan berikutnya pukul 10.00 topik mengenal halusinasi. S : Saya mendengar suara-suara yang menyuruh saya untuk memukul orang. O : - Kontak mata lama - Klien sering menunduk - Bicara pelan dan tidak sesuai stimulus. A : Klien mengenal halusinasi perlu ditingkatkan. P : Pertemuan pukul 08.00 WIB besok pagi dengan topik bagaimana mengontrol halusinasi. S : Untuk mengontrol halusinasi ada 4 cara. Pertama, harus berani mengatakan ”tidak” mau mendengar suara-suara, kedua, harus ada aktifitas, ketiga, minta tolong sama suster/keluarga kalua mendengar suara, keempat, minum obat teratur. O : - Kontak mata lama - Bicara lancar - Ekspresi tenang A : TUK 3 tercapai klien dapat menyebutkan cara mengontrol halusinasi P : Pertemuan berikutnya nanti siang pukul 16.00 Wib dengan topik. S : Selamat siang juga suster Monika, saya ingat apa yang mau kita bicarakan suster yaitu gunanya berteman bagi orang lain. Saya suka saja melihat tempat-tempat itu. O : Bicara mulai lancar. Kontak mata masih ketempat lain kalau bercerita dan tunduk dan kadang mau melihat. A : Klien dapat mengungkapkan perasaan menarik diri.. P : Pertemuan selanjutnya besok pagi pukul 08.00 WIB dengan topik manfaat berhubungan dengan orang lainn, tempatnya disini ya. S : Selamat siang suster Monika, saya mempunyai teman disin suster. Manfaat berhubungan dengan orang lain yitu dapat berbagai perasaan, cerita pengalaman dan tidak merasa sepi. O : Kontak mata lama. Bicara lacnar dan ekspresi tena. A : Klien dapat menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain P : Rencana pertemuan, nanti pukul 12.00 WIB III TUK 1 - Mengucapkan salam terapeutik: ”selamat siang pak...?” bagaimana makan siangnya habis atau tidak. - Mengingkatkan kontrak topik dan waktu apakah bapak masih ingat kita bicarkaan apa tadi pagi? - Mendiskusikan kelebihan dan kelemahan klien, “Saua percaya bapak tahu bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna pasti mereka memilik kelebihan dan kekurangan bukan? - Bapak tadi kan sudah mengungkapkan kelebihan dan kekurangannya, jadi bapak sudah tahukan menilai dirinya. - Mengakhiri pertemuan sampai bertemu besok pagi pukul 08.00 tempatnya disini ya pak dengan topik bagaimana bapak dapat berinteraksi dalam kelompok. S : - Saya mempunyai kelebihan bisa memangkas rambut teman saya dengan rapi. O : - Kontak mata singkat, bicara lancar. A : Klien dapat bercerita dan mengungkapkan kelebihan dan kekurangannya. P : Pertemuan berikutnya besok pagi pukul 10.00 Wib dengan topik berinteraksi dengan orang lain. BAB IV PEMBAHASAN Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada Tn. D.D dengan perubahan persepsi halusinasi pendengaran. Pada klien di Ruangan IGD rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Maka penulis mendapatkan perbedaan antara teori dan kasus mulai dari pengkajian sampai evaluasi. A. Tahap Pengkajian Dalam pengkajian ini penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus, pada teori yang ada : merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan, pembicaraan kacau, sikap curiga, bermusuhan, ketakutan expresi wajah tegang. Tekanan darah meningkat, nafas terengah-tengah, banyak keringat. Data ini tidak ditemukan pada kasus karena pada seat pasien dikaji klien dalam keadaan terkontrol dan halusinasi pendengaran tidak muncul. B. Tahap Diagnosa Keperawatan Menurut standar keperawatan, asuhan keperawatan jiwa dalam diagnosa keperawatan, penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus, pada teori ditemukan 8 diagnosa pada kasus ditemukan 3 diagnosa keperawatan. Adapun beberapa diagnosa yang tidak terdapat pada kasus adalah sebagai berikut: 1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri. Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karena klien mampu merawat diri dengan pendampingan, anjuran dari perawat ditambah lagi klien diberikan obat yang dapat membuatnya tenang. 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karena klien bisa tidur dengan nyenyak dan halusinasi pendengaran pada klien sudah jarang timbul dan klien diberikan obat tidur disaat mau tidur. 3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah. Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karena klien dapat menjawab di saat perawat sertanya dan karena sampai pada saat ini pemberian obat masih diberikan untuk mengontrol pikiran pasien. C. Tahap Intervensi Keperawatan Pada perencanaan ada 3 diagnosa yang ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus adalah sebagai berikut : 1. Resiko tinggi kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Pada tahap perencanaan penulis mengharapkan klien dapat membedakan hal nyata dan yang tidak setelah beberapa kalai perumpaan. 2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Pada tahap perencanaan penulis merencanakan klien mendapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga diri tetapi keluarga klien tidak pernah mengunjunginya. D. Tahap Implementasi Pada tahap pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan langsung dengan klien sesuai dengan apa yang ada dalam teori dan yang dilaksanakan. Disini penulis cukup kesulitan karena apa yang direncanakan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan klien. 1. Resiko tinggi terhadap tindakan kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Dalam tahap ini penulis melaksanakan sesuai dengan rencana tindakan yang disusun yaitu adakan kontak sesering mungkin dikarenakan penulis tidak terfokus pada satu pasien saja. 2. Perubahan sensori persepsi halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri yaitu pada rencana tindakan dimana bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain yaitu antara klien dan keluarga disini keluarga tidak pernah mengunjungi kleien sehingga pelaksanaannya tidak tercapai. 3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah yaitu pada rencana tindakan dimana diskusikan dengan keluarga untuk menghargai kemampuan dan hal positif yang dimiliki klien disini keluarga tidak pernah mengunjungi klien sehingga pelaksanaan tidak tercapai. E. Tahap Evaluasi Dalam tahap evaluasi sebagai tahap akhir dari pelaksanaan keperawatan, sesudah penulis melakukan tindakan keperawatan tentang apa yang dialami klien baik dalam teori maupun dalam kasus. Pada tahap evaluasi ada yang kurang berhasil yaitu sebagai berikut : 1. Resiko tinggi terhadap tindakan kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran pada TUK 1 klien kurang berbicara dengan spontan dikarenakan klien pada saat dilakukan komunikasi selalu melamun dengan pandangan kosong, TUK 2 klien kadang-kadang masih mau mendengar suara-suara. 2. Perubahan sensori persepsi halusinasi berhubungan dengan isolasi sosial menarik diri, TUK 3 klien kurang dapat berhubungan dengan orang lain dikarenakan klien selalu diam apabila berjunpa dengan Leman sesamanya. 3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah, TUK 2 klien dapat bergaul dengan orang lain tetapi harus dibantu orang lain untuk mengingatkannya agar tidak terbawa oleh perasaan dirinya dan menyendiri. Hal ini semua disebabkan keterbatasn waktu dan kemampuan penulis miliki dikarenakan perjalanan penyakit klien yang tidak memungkinkan untuk tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam waktu relatif singkat dan juga keluarga yang kurang sehingga cukup membutuhkan waktu yang cukup lama. BAB V PENUTUP Kurang lebih dua, minggu penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. D.D di Ruangan IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dan saran yang dapat bermanfaat bagi pengembangan dan peningkatan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran. Berdasarkan uraian di atas dalam pelaksanaan asuhan keperawatan penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengkajian Setelah penulis melakukan pengkajian pada pasien dengan halusinasi pendengaran ternyata konsep yang sudah didapat diperkuliahan belum terlaksana, sepenuhnya di lapangan praktek dikarenakan mahasiswa belum menguasai konsep yang telah diberikan ditambah lagi pengetahuan mahasiswa yang kurang. 2. Diagnosa Keperawatan Setelah penulis melakukan praktek di lapangan ternyata diagnosa keperawatan yang sesuai dengan konsep yang diberikan diperkuliahan ternyata tidak semua terdapat pada pasien yaitu sebagai berikut : a. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri, tidak ditemukan pada pasien karena, klien sudah mampu merawat diri dengan pendampingan, anjuran dari perawat. b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Diagnosa, ini tidak ditemukan pada klien bisa tidur dengan nyenyak dan halusinasi pendengaran pada klien sudah jarang timbul. c. Perubahan proses fakir berhubungan dengan harga diri rendah. Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karena klien cukup kooperatif disaat perawat sertanya klien menjawab pertanyaan perawat. d. Gangguan konsep diri rendah berhubungan dengan harga diri rendah. Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karena dapat mengerti tentang siapa dirinya. 3. Perencanaan Setelah penulis melakukan praktek di lapangan ternyata perencanaan dilapangan tidak semua diterapkan dikarenakan tidak semua diagnosa menurut konsep ditemukan pada pasien. 4. Implementasi Setelah penulis melakukan praktek di lapangan ternyata belum sepenuhnya implementasi terlaksana dikarenakan penulis mengalami kesulitan dalam pelaksanaan keluarga cukup berperan dalam tearpi yang penulis rencanakan tetapi dikarenakan tidak pemah mengunjungi klien sehingga pelaksanaan sesuai teori tidak tercapai. 5. Evaluasi Setelah penulis melakukan praktek di lapangan temyata belum sepenuhnya teratasi dikarenakan mahasiswa hanya praktek di Rumah Sakit Jiwa tersebut kurang lebih 2 minggu dan mahasiswa tidak sepenuhnya bersama pasien ditambah lagi kerjasama keluarga yang kurang dalam membantu pasien. DAFTAR PUSTAKA Isaacs, Ann. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC. Lubis, Bachtiar, 1993. Pengantar Psikiatri Klinik, Jakarta : FKUI Kaplan, I. Harold. 1994. Psikiatri Klinik. Jakarta : Binarupa, Aksara. Rasmun, 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Edisi 1, Jakarta : CV. Sagung Seto Muslim, Rusdy, 2000. Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta.

askep jiwa perilaku kekerasan

KATA PENGANTAR
            Puji syukur kepada Tuhan yang maha kuasa, karena rahmat dan anugrahNya maka penulis dapat menyelesaikan tugas-tugas mahasiswa /I STIKes ST. ELISABETH MEDAN, program D-III keperawatan serta dapat mengimplementasikan ilmu keperawatan jiwa.
            Laporan ini merupakan hasil penerapan proses keperawatan pada pasien mental psikiatri dengan ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN yang dilaksanakan di Ruangan sinabung Rumah Sakit Jiwa Daerarah Provinsi Sumatra Utara Medan.
            Penulis menyadari karenan keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, makalah ini belum sempurna baik isi dan bahasanya sehingga penulis dengan senang hati mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Dalam pembuatan makalah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran, oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan banyak trima kasih kepada :
1.      Bapak dr.Dapot,Spkj, selaku direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara , Medan.
2.      Bapak Nasipta Ginting : selaku kaprodi STIKes ST. ELISABETH program D-III keperawatan
3.      Bapak Jagentar Pane S.Kep,Ns Selaku coordinator PKL jiwa STIKes ST. ELISABETH MEDAN
4.      Sr.M.Imelda Derang,FSE,selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini
5.      Kepada seluruh staff pegawai Rumah Sakit Jiwa Medan telah membantu penulis dalam praktek lapangan
6.      Tn. N.S. selaku pasien yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
7.      Seluruh rekan Mahasiswa/I angkatan XVIII yang juga banyak memberikan masukan dan dukungan.
Penulis menyadari , makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak dijumpai kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan penulis mengucapkan banyak terima kasih dan memohon maaf atas semua kekurangan dalam pembutan laporan ini.


Medan      Desember 2011

              Penulis





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    KONSEP MEDIS
1.      Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.
(kusmawati 2010:78)
            Marah adalah ungkapan emosi individu terhadap kejadian yang dialami atau dirasakan, dimana dianggap sebagai ancaman sehingga individu mengalami ketegangan.
(jenni marlindawani dkk,2010,hal 116)
            Kemarahan adalah suatu perasaan/emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecamasan yang meningkatkan dan dirasakan sebagai ancaman. Marah juga merupakan reaksi/ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan seperti kecewa,tidak puas,tidak tercapai keinginan.
(Ernawati dalami dkk,2009,209).
2.      ETIOLOGI
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,cemas,tegang,sakit hati,dan frustasi. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu: frustasi,kehilangan harga diri,kebuthuhan akan status dan prestisi yang tidak terpenuhi.
-          Frustasi
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan / keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
-          Hialangnya harga diri
Pada dasarnya manusia itu mempunayai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri,tidak berani bertindak,lekas tersinggung,lekas marah,dll.
-          Kebutuhan akan status dan prstisi
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya,ingin dihargai dan diakui statusnya.
3.      Rentang respon marah
Perasaan marah normal bagi setiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
Respon adaptif                                                    Respon maladaptif
                                                                                                                                          
            Asertif         frustasi         pasif        agresif        perilaku kekerasan
·         Asertif adalah kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan kelegaan pada individu dan tidak menimbulkan masalah
·         Frustasi adalah kemarahan yang diungkapkan ssebagai respon yang terjadi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena tidak realistis atau adanya hambatan dalam proses pencapaian.
·         Pasif adalah respon lanjutan dari frustasi dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan.
·         Agresif adalah perilaku menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk dekstruksif dan masih dapat terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa muka masam,bicara kasar,memuntut dengan kasar,disertai kekerasan.
·         Kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control diri,individu dapat merusak diri sendiri,orang lain, dan lingkungan. Apabila marah tak dapat terkontrol sampai respon maladaptif, maka individu dapat menggunakan prilaku kekerasan.
FAKTOR PREDISPOSISI
1.      Faktor psikologis
a.       Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi kekerasan.
b.      Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan
c.       Frustasi
d.      Kekerasan dalam rumah / keluarga
2.      Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan adanya norma dapat membantu mengidentifikasi ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
3.      Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian, adanya pemberian stimulasi elektris ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic, lobus frontal dan lobus temporal akan menimbulkan mata terbuka,lebar,pupil berdilatasi,dan hendak menyerang obyek yang ada di sekitarnya.
FAKTOR PRESIPITASI
            Secara umum seseorang akan marah jika jika dirinya merasa terancam, baik berupa ujung secara fisik,psikis atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sbb:
-          Klien : kelemahan fisik,keputusasaan,ketidakberdayaan,kehidupan yang dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan
-          Interaksi : penghinaan,kekerasan,kehilangan orang yang berarti,konflik , merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri, maupun eksternal dari lingkungan.
-          Lingkungan : panas,padat,bising. 
4.      TANDA DAN GEJALA
Tanda : untuk mendapatkan data perilaku kekerasan harus dilakukan observasi terhadap perubahan sbb:
-          Muka merah dan tegang
-          Pendengaran tajam
-          Mengatupkan rahang dengan kuat
-          Jalan mndar-mandir
-          Bicara kasar
-          Suara tinggi, menjerit atau berteriak
-          Mengancam secara verbal atau fisik
-          Melempar atau memukul benda/orang lain
Gejala: kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan kerusakan tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
-          Perubahan fisiologik
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernafasan meningkat,pupil dilatasi, tonus otot meningkat,mual,frekwensi buang air besar meningkat,kadang-kadang konstipasi reflex tendon  meningkat.
-          Perubahan emosional
Mudah tersinggung,tidak sabar,frustasi,ekspresi wajah tampak tegang,bila mengamuk kehilangan control diri.
-          Perubahan prilaku
Agresif pasif,menarik diri,bermusuhan,sinis,curiga,mengamuk,nada suara keras dan kasar.
B.     KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan defenisi ini maka prilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2.      Pengkajian
Pada pengkajian awal dapat diketahui alas an utama klien dibawa kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah, kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan pengkajian pada factor predisiposisi dan presipitasi:
Untuk mendapatkan data perilaku kekerasan perawat harus melakukan observasi, wawancara terhadap kekerasan:
a.       Observasi
-          Muka merah dan otot tegang
-          Pandangan tajam
-          Mengatupkan rahang dengan kuat
-          Nada suara tinggi
-          Berdebat
-          Mengepalkan tangan
-          Jalan mondar-mandir
-          Bicara kasar
-          Melempar atau memukul benda/ orang lain
-          Data ini sesuai dengan format pengkajian untuk masalah perilaku kekerasan.
Berdasarkan data ini dapat ditetapkan diagnose keperawatan PERILAKU KEKERASAN.
(Herianto Bangun dkk:2008)
3.      Diagram keperawatan
-          Resiko mencederai orang lain dan lingkungan perilaku kekerasan,amuk
-          Ganguan konsep :harga diri rendah



Ganguan komunikasi verbal
 
POHON MASALAH
 

Perilaku kekerasan
 
                       
 







                                                       



4.      Intervensi keperawatan
Tindakan keperawatan :
1)      Tindakan keperawatan untuk pasien : ( strategi pelaksanaan keperawatan)
a)      Tujuan :
-        Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
-        Pasien dapat mengindentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
-        Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
-        Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
-        Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya
-        Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,spiritual,social dan dengan terapi psikofarmaka.
b)      Tindakan
1.      Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubunagan saling percaya paerlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
-        Mengucapkan salam terapeutik
-        Berjabat tangan
-        Menjelaskan tujuan interaksi
-        Membuat topic,waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2.      Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
3.      Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4.      Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara:
-        Social (verbal)
-        Terhadap orang lain
-        Terhadap diri sendiri
-        Terhadap lingkungan
5.      Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6.      Diskusikan kepada pasien cara mengontrol perilaku kekerasan :
-        Fisik: pukul kasur dan bantal,tarik nafas dalam
-        Obat
-        Social / verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
-        Spiritual: berdoa sesuai keyakinan pasien.
7.      Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
-        Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal
-        Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal
8.      Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara social / verbal
-        Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
-        Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal menolak dengan baik,meminta dengan baik,mengungkapkan perasaan dengan baik
-        Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9.      Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spritual
-        Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan social / verbal
-        Latihan berdoa
-        Buat jadwal latihan sholat/ berdoa
10.  Latihan mengontrol prilaku kekerasan dengan patuh minum obat
-        Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat dan benar dosis obat)
-        Susun jadwal minum obat secara teratur
2)      Tindakan keperawatan untuk keluarga (strategi pelaksanaan keperawatan)
a.       Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b.      Tindakan
-        Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan ( penyebab,tanda dan gejala,perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tsb)
-        Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
v  Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
v  Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
v  Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan
v  Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat,seperti melempar atau memukul benda/ orang lain.

Evaluasi
1.      Pada pasien
a.       Pasien mampu menyebutkan penyebab,tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
b.      Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:
-        Secara fisik
-        Secara social / verbal
-        Secara spiritual
-        Dengan terapi psikofarmaka
2.      Pada keluarga
-        Keluarga mampu  mencegah terjadinya perilaku kekerasan
-        Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
-        Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan
-        Keluarga mampu mengidentifiksi perilaku pasien yang harus dilaporkan pada perawat.
KOMPONEN KONSEP DIRI
-        Gambaran diri
Sikap seseorang terhadap tubuhnya baik secara sadar/ tidak sadar persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk,fungsi,penampilan serta potensi tubuh saat ini dan masa lalu, jika individu menerima dan menyukai dirinya, merasa aman dan bebas dari cara cemas disebut self esteem meningkat.
-        harga diri
penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri: merupakan bagian dari kebutuhan manusia(maslow) : adalah perasaan individu tentang nilai / harga diri, manfaat dan keefektifan dirinya: pandangan seseorang tentang dirinya secara keseluruhan berupa positif atau negatif, harga diri diperoleh dari orang lain yang dicintai,mendapat perhatian, dan respek dari orang lain.
-        Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai standar pribadi: dibentuk oleh gambaran tipe orang yang diinginkan sejumlah aspirasi, nilai dan tujuan yang ingin dicapai: berdasarkan norma masyarakat dan norma individu untuk memenuhi: dipengaruhi oleh budaya, keluarga dan kemampuan individu: tidak terlalu tinggi, tetapi harus cukup untuk memberikan dukungan secara kontinu pada staff respect.
-        Identitas diri
Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai kesatuan yang utuh: berhubungan dengan perasaan berbeda dengan orang lain: berhubungan dengan jenis kelamin.
-        Peran
Seperangkat pola perilaku yang diharapkan secara social yang berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok social.

 KATA PENGANTAR
            Puji syukur kepada Tuhan yang maha kuasa, karena rahmat dan anugrahNya maka penulis dapat menyelesaikan tugas-tugas mahasiswa /I STIKes ST. ELISABETH MEDAN, program D-III keperawatan serta dapat mengimplementasikan ilmu keperawatan jiwa.
            Laporan ini merupakan hasil penerapan proses keperawatan pada pasien mental psikiatri dengan ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN yang dilaksanakan di Ruangan sinabung Rumah Sakit Jiwa Daerarah Provinsi Sumatra Utara Medan.
            Penulis menyadari karenan keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, makalah ini belum sempurna baik isi dan bahasanya sehingga penulis dengan senang hati mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Dalam pembuatan makalah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran, oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan banyak trima kasih kepada :
1.      Bapak dr.Dapot,Spkj, selaku direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara , Medan.
2.      Bapak Nasipta Ginting : selaku kaprodi STIKes ST. ELISABETH program D-III keperawatan
3.      Bapak Jagentar Pane S.Kep,Ns Selaku coordinator PKL jiwa STIKes ST. ELISABETH MEDAN
4.      Sr.M.Imelda Derang,FSE,selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini
5.      Kepada seluruh staff pegawai Rumah Sakit Jiwa Medan telah membantu penulis dalam praktek lapangan
6.      Tn. N.S. selaku pasien yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
7.      Seluruh rekan Mahasiswa/I angkatan XVIII yang juga banyak memberikan masukan dan dukungan.
Penulis menyadari , makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak dijumpai kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan penulis mengucapkan banyak terima kasih dan memohon maaf atas semua kekurangan dalam pembutan laporan ini.


Medan      Desember 2011

              Penulis





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    KONSEP MEDIS
1.      Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.
(kusmawati 2010:78)
            Marah adalah ungkapan emosi individu terhadap kejadian yang dialami atau dirasakan, dimana dianggap sebagai ancaman sehingga individu mengalami ketegangan.
(jenni marlindawani dkk,2010,hal 116)
            Kemarahan adalah suatu perasaan/emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecamasan yang meningkatkan dan dirasakan sebagai ancaman. Marah juga merupakan reaksi/ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan seperti kecewa,tidak puas,tidak tercapai keinginan.
(Ernawati dalami dkk,2009,209).
2.      ETIOLOGI
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,cemas,tegang,sakit hati,dan frustasi. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu: frustasi,kehilangan harga diri,kebuthuhan akan status dan prestisi yang tidak terpenuhi.
-          Frustasi
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan / keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
-          Hialangnya harga diri
Pada dasarnya manusia itu mempunayai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri,tidak berani bertindak,lekas tersinggung,lekas marah,dll.
-          Kebutuhan akan status dan prstisi
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya,ingin dihargai dan diakui statusnya.
3.      Rentang respon marah
Perasaan marah normal bagi setiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
Respon adaptif                                                    Respon maladaptif
                                                                                                                                          
            Asertif         frustasi         pasif        agresif        perilaku kekerasan
·         Asertif adalah kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan kelegaan pada individu dan tidak menimbulkan masalah
·         Frustasi adalah kemarahan yang diungkapkan ssebagai respon yang terjadi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena tidak realistis atau adanya hambatan dalam proses pencapaian.
·         Pasif adalah respon lanjutan dari frustasi dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan.
·         Agresif adalah perilaku menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk dekstruksif dan masih dapat terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa muka masam,bicara kasar,memuntut dengan kasar,disertai kekerasan.
·         Kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control diri,individu dapat merusak diri sendiri,orang lain, dan lingkungan. Apabila marah tak dapat terkontrol sampai respon maladaptif, maka individu dapat menggunakan prilaku kekerasan.
FAKTOR PREDISPOSISI
1.      Faktor psikologis
a.       Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi kekerasan.
b.      Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan
c.       Frustasi
d.      Kekerasan dalam rumah / keluarga
2.      Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan adanya norma dapat membantu mengidentifikasi ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.
3.      Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian, adanya pemberian stimulasi elektris ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic, lobus frontal dan lobus temporal akan menimbulkan mata terbuka,lebar,pupil berdilatasi,dan hendak menyerang obyek yang ada di sekitarnya.
FAKTOR PRESIPITASI
            Secara umum seseorang akan marah jika jika dirinya merasa terancam, baik berupa ujung secara fisik,psikis atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sbb:
-          Klien : kelemahan fisik,keputusasaan,ketidakberdayaan,kehidupan yang dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan
-          Interaksi : penghinaan,kekerasan,kehilangan orang yang berarti,konflik , merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri, maupun eksternal dari lingkungan.
-          Lingkungan : panas,padat,bising. 
4.      TANDA DAN GEJALA
Tanda : untuk mendapatkan data perilaku kekerasan harus dilakukan observasi terhadap perubahan sbb:
-          Muka merah dan tegang
-          Pendengaran tajam
-          Mengatupkan rahang dengan kuat
-          Jalan mndar-mandir
-          Bicara kasar
-          Suara tinggi, menjerit atau berteriak
-          Mengancam secara verbal atau fisik
-          Melempar atau memukul benda/orang lain
Gejala: kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan kerusakan tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
-          Perubahan fisiologik
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernafasan meningkat,pupil dilatasi, tonus otot meningkat,mual,frekwensi buang air besar meningkat,kadang-kadang konstipasi reflex tendon  meningkat.
-          Perubahan emosional
Mudah tersinggung,tidak sabar,frustasi,ekspresi wajah tampak tegang,bila mengamuk kehilangan control diri.
-          Perubahan prilaku
Agresif pasif,menarik diri,bermusuhan,sinis,curiga,mengamuk,nada suara keras dan kasar.
B.     KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan defenisi ini maka prilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2.      Pengkajian
Pada pengkajian awal dapat diketahui alas an utama klien dibawa kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah, kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan pengkajian pada factor predisiposisi dan presipitasi:
Untuk mendapatkan data perilaku kekerasan perawat harus melakukan observasi, wawancara terhadap kekerasan:
a.       Observasi
-          Muka merah dan otot tegang
-          Pandangan tajam
-          Mengatupkan rahang dengan kuat
-          Nada suara tinggi
-          Berdebat
-          Mengepalkan tangan
-          Jalan mondar-mandir
-          Bicara kasar
-          Melempar atau memukul benda/ orang lain
-          Data ini sesuai dengan format pengkajian untuk masalah perilaku kekerasan.
Berdasarkan data ini dapat ditetapkan diagnose keperawatan PERILAKU KEKERASAN.
(Herianto Bangun dkk:2008)
3.      Diagram keperawatan
-          Resiko mencederai orang lain dan lingkungan perilaku kekerasan,amuk
-          Ganguan konsep :harga diri rendah



Ganguan komunikasi verbal
 
POHON MASALAH
 

Perilaku kekerasan
 
                       
 







                                                       



4.      Intervensi keperawatan
Tindakan keperawatan :
1)      Tindakan keperawatan untuk pasien : ( strategi pelaksanaan keperawatan)
a)      Tujuan :
-        Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
-        Pasien dapat mengindentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
-        Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
-        Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
-        Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya
-        Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,spiritual,social dan dengan terapi psikofarmaka.
b)      Tindakan
1.      Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubunagan saling percaya paerlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
-        Mengucapkan salam terapeutik
-        Berjabat tangan
-        Menjelaskan tujuan interaksi
-        Membuat topic,waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2.      Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
3.      Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
-        Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4.      Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara:
-        Social (verbal)
-        Terhadap orang lain
-        Terhadap diri sendiri
-        Terhadap lingkungan
5.      Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6.      Diskusikan kepada pasien cara mengontrol perilaku kekerasan :
-        Fisik: pukul kasur dan bantal,tarik nafas dalam
-        Obat
-        Social / verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
-        Spiritual: berdoa sesuai keyakinan pasien.
7.      Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
-        Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal
-        Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal
8.      Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara social / verbal
-        Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
-        Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal menolak dengan baik,meminta dengan baik,mengungkapkan perasaan dengan baik
-        Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9.      Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spritual
-        Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan social / verbal
-        Latihan berdoa
-        Buat jadwal latihan sholat/ berdoa
10.  Latihan mengontrol prilaku kekerasan dengan patuh minum obat
-        Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat dan benar dosis obat)
-        Susun jadwal minum obat secara teratur
2)      Tindakan keperawatan untuk keluarga (strategi pelaksanaan keperawatan)
a.       Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b.      Tindakan
-        Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan ( penyebab,tanda dan gejala,perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tsb)
-        Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
v  Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
v  Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
v  Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan
v  Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat,seperti melempar atau memukul benda/ orang lain.

Evaluasi
1.      Pada pasien
a.       Pasien mampu menyebutkan penyebab,tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
b.      Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:
-        Secara fisik
-        Secara social / verbal
-        Secara spiritual
-        Dengan terapi psikofarmaka
2.      Pada keluarga
-        Keluarga mampu  mencegah terjadinya perilaku kekerasan
-        Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
-        Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan
-        Keluarga mampu mengidentifiksi perilaku pasien yang harus dilaporkan pada perawat.
KOMPONEN KONSEP DIRI
-        Gambaran diri
Sikap seseorang terhadap tubuhnya baik secara sadar/ tidak sadar persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk,fungsi,penampilan serta potensi tubuh saat ini dan masa lalu, jika individu menerima dan menyukai dirinya, merasa aman dan bebas dari cara cemas disebut self esteem meningkat.
-        harga diri
penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri: merupakan bagian dari kebutuhan manusia(maslow) : adalah perasaan individu tentang nilai / harga diri, manfaat dan keefektifan dirinya: pandangan seseorang tentang dirinya secara keseluruhan berupa positif atau negatif, harga diri diperoleh dari orang lain yang dicintai,mendapat perhatian, dan respek dari orang lain.
-        Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai standar pribadi: dibentuk oleh gambaran tipe orang yang diinginkan sejumlah aspirasi, nilai dan tujuan yang ingin dicapai: berdasarkan norma masyarakat dan norma individu untuk memenuhi: dipengaruhi oleh budaya, keluarga dan kemampuan individu: tidak terlalu tinggi, tetapi harus cukup untuk memberikan dukungan secara kontinu pada staff respect.
-        Identitas diri
Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai kesatuan yang utuh: berhubungan dengan perasaan berbeda dengan orang lain: berhubungan dengan jenis kelamin.
-        Peran
Seperangkat pola perilaku yang diharapkan secara social yang berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok social.